Monday, February 23, 2009

Kontroversi kehidupan Heidegger

Sebagai seorang filsuf, Heidegger adalah orang yang sangat kontroversial. Jalan hidupnya selain berdampingan dengan filsafatnya yang curam, tajam dan berliku juga tak selaras dengan terangkatnya bobot filsafatnya di kemudian hari. Skandal-skandal yang dilakukannya menuai anggapan negatif dari banyak kalangan pemikir lain di jamannya dan sesudahnya. Skandal itu bermula dari keretakan hubungannya dengan imamat Katolik yang menganggapnya murtad dan miskin komitmen spiritual yang membuatnya akhirnya dikeluarkan dari sekolah imamat tersebut. Lalu dilanjutkan dengan perselingkuhannya dengan muridnya sendiri Hannah Arendt yang melebihi hubungannya dengan istrinya, sampai disuatu kisah dinyatakan mereka sering sepertiduran bersama. Elzbieta Ettinger menggambarkan hubungan mereka dengan mengutip Heidegger, “Jika pada jam sembilan malam lampu kamar kerjaku masih menyala, kau bisa mengunjungiku!” (Ettinger, 1995: 13).

Skandal yang paling besar justeru keterlibatannya dengan Nazi. Murid, teman karib bahkan gurunya yang kebanyakan Yahudi diberangus dari tanah Jerman oleh Nazi, ia malah menjadi pendukung setia Nazi dibawah Fuehrer Hitler. Kesetiaan dan dukungan penuhnya kepada fuehrer Hitler akhirnya mengukuhkan kedudukannya sebagai rektor pertama Nazi di Universitas Freiburg, tempatnya belajar-mengajar dan saling berbagi pemikiran kepada murid dan temannya yang saat itu terbirit lari ketakutan diusir cabaret sang Fuehrer Hitler dari tanah bangsa jerman. Disanalah ia mengumandangkan “Du bist nichts, dein Volk ist alles!” (engkau tak berarti apa-apa, bangsamu adalah segalanya) bersama sang Fuehrer Hitler. Lewat pidato perayaan pengukuhannya sebgai rektor ia memberikan legitimasi penuh sekaligus mempertajam pisau sang Fuehrer Hitler untuk berkuasa penuh dari tanah bangsanya. Hal ini sangat mengecewakan murid dan teman-temannya. Hal ini juga yang akhirnya membuat lebih parah keretakan hubungannya dengan sahabat sekaligus gurunya Husserl, diceritakan bahwa ketika Husserl sakit Heidegger tak pernah mengunjunginya, bahkan ketika Husserl meninggal ia tak hadir untuk hanya sekedar mengucapkan turut berduka cita.

Tak hanya itu skandal tersebut menuai sikap keras oleh filsuf lain. Dalam salah satu situs di Internet www.marxis.org disebutkan bahwa Adorno dan Marcuse yang juga seorang filsuf sekaligus mantan muridnya, mengutuk keras sikap Heidegger sebagai guru atas dukungannya terhadap Nazi. Terkait dengan itu, setelah Nazi runtuh mereka menuntut agar Heidegger meminta maaf kepada publik atas tindakannya sehubungan sikap politis yang dipilihnya di waktu terlibat dengan Nazi. Akan tetapi, Heidegger tak pernah sekalipun sampai akhir hayatnya memenuhi tuntutan mantan anak muridnya tersebut. Hingga kini, sikapnya tersebut masih menjadi pro-kontra dalam wacana mengenai manifestasi politis atas pemikiran-pemikiran metafisisnya. Arendt kekasih gelapnya bertutur bahwa, Heidegger sebenarnya masih dihinggapi virus platonian. Konsep das-man yang ditorehkannya dinilai Arendt masih kabur. Karena Heidegger ternyata tak mampu mempercayai ranah publik dengan sikap politisnya tersebut.

No comments:

Post a Comment

silahkan berkomentar